Skip to main content

Manajemen Perkawinan Domba/Kambing

POLA PERKAWINAN DOMBA/KAMBING

Managemen Perkawinan Domba/Kambing
Managemen Perkawinan Domba/Kambing


Usaha peternakan kambing/domba terutama untuk pembibitan (breeding) pola perkawinan yang baik akan sangat menentukan keberhasilan usaha, untuk itu sebelum memulai usaha pembibitan kambing alangkah baiknya menetahui terlebih dahulu manajemen perkawinan ternak kambing. Dalam manajemen perkawinan kambing/domba terdapat dua pola perkawinan yaitu pola perkawinan individu dan pola perkawinan kelompok.

Pola Pekawinan Individu
            Dilakukan dengan cara seekor betina dikawinkan satu persatu dengan pejantan yang telah ditetapkan sebagi pemacek. Untuk itu, pengamatan peternak terhadap batina harus cermat agar perkawinan terjadi pada saat yang tepat sehingga dapat terjadi kebuntingan.
            Tingkat keberhasilan dalam perkawinan individual sangat dipengaruh oleh keterampilan peternak dalam medeteksi birahi/estrus pada kambing betina (induk), sehingga perlu pengamatan rutin pada pagi dan sore hari. Pada kambing/domba betina masa birahi berlangsung selama 12-48 jam, sangat bervariasi antar induk. Ovulasi (pelepasan sel telur) terjadi 12-36 jam setelah birahi muncul, dan saat kawin paling tepat adalah setelah ovulasi berlangsung. Siklus birahi atau selang waktu antara dua birahi pada induk kambing berlangsung selama 18-22 hari.
            Umumnya seekor pejantan dibiarkan melakukan perkawinan sedikitnya dua kali dengan selang waktu + 30 menit, perkawinan yang baik (coitus) ditandai dengan gerakan induk ang menekan ekor dan tubuh bagian belakang kebawah dengan kuat kira – kira 20 detik.

Pola Perkawinan Kelompok
            Pola perkawinan kelompok dilakukan dengan cara pejantan terpilih dicampur dengan beberapa betina selama kurun waktu tertentu sampai induk mengalami kebuntingan, disarankan seekor pejantan dicampur dengan betina selama dua siklus birahi (42 – 45 hari) dengan alasan bila pada siklus birahi pertama tidak terjadi perkawinan maka pa birahi yang ke dua diharapkan perkawinan tidak terlewatkan, sehingga kepastian kebuntingan lebih terjamin.

            Pada pola ini jarak melahirkan antara individu induk lebih pendek, sehingga waktu melahirkan hampir seragam. Setelah betina dipastikan bunting disarankan pejantan agar dikeluarkan dari kandang kelompok, karena jika terus dicampur maka pejantan akan mengalami penurunan libido (agresivitas) terhadap betina yang esterus. Jika pejantan dalam kondisi sangat baik maka rasio pejantan/induk bisa mencapai 1 ekor pejantan untuk 20 – 30 ekor betina. Pada pola perkawinan kelompok deteksi birahi oleh pejantan jarang terlewatkan, akan tetapi deteksi birahi oleh peternak juga penting untuk manajemen perkawinan yaitu untuk memprediksi kelahiran sehingga manajemen yang terkait dengan masa kebuntingan, persiapan kelahiran dapat dikelola dengan terencana dan baik.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar