Skip to main content

KIAT DAN STRATEGI BISNIS PETERNAKAN MENGHADAPI MEA 2015

Kesiapan Peternakan Menghadapi MEA 2015*

Indonesia memiliki banyak potensi untuk menjadi pemain utama dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Namun, potensi itu bisa menjadi sia-sia apabila Indonesia tak bisa menjaga peluang dan daya saing. MEA yang akan diberlakukan akhir tahun 2015 akan selalu menuntut negara ASEAN untuk berkompetisi dengan negara lain dalam berbagai komoditas yang dimilikinya, sehingga komoditas tersebut dapat diakui oleh dunia dan diminati negara lain. Komoditas peternakan yang dimiliki Indonesia harus memiliki kompetensi dan daya saing terhadap produk impor.

Produk peternakan unggas Indonesia diharapkan masih bisa bersaing, khususnya dalam bentuk produk olahan. Namun, ketergantungan peternakan unggas terhadap pasokan bahan baku impor masih sangat tinggi. Salah satu komponen yang masih dipenuhi oleh impor adalah jagung sebagai bahan baku pakan. Sebesar 60 persen dari harga pakan ditentukan oleh harga jagung. Kebutuhan jagung pada 2012 saja sudah mencapai 6,75 juta dengan total konsumsi pakan ternak 12,3 juta ton.  

Di negara-negara maju, proses produksi yang terjadi dalam sektor pertanian telah mengarah kepada penggunaan good farming practices dan organic farming. Hal tersebut membuat sektor pertanian di negara maju itu dapat berkembang dan berkesinambungan (sustainable). Selain itu, MEA mengharuskan pelaku usaha  mengikuti teknologi dan mengaplikasikannya dari tingkat hulu sampai hilir.

MEA dalam bidang peternakan harus dijawab dengan pendayagunaan dan pemanfaatan potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang peternakan agar dapat sejajar dengan negara lain. Para pelaku usaha peternakan di dalam negeri sebenarnya tak kalah dengan luar negeri. Pemanfaatan dan peningkatan kualitas produk lokal dapat mencegah masuknya berbagai produk impor. Jika produk peternakan yang dihasilkan Indonesia memiliki kualitas yang diakui dunia, maka MEA ini justru akan memacu pengembangan peternakan dalam negeri.

Konsumen di dalam maupun di luar negeri lebih menginginkan produk-produk peternakan yang berkualitas dan berdaya saing. Konsumen sangat selektif dalam mendapatkan barang-barang untuk kebutuhan hidupnya, khususnya barang-barang untuk kebutuhan pangan. Sikap konsumen tersebut harus dijawab dengan peningkatan kualitas dalam sistem peternakan mulai dari aspek budidaya, produksi, maupun aspek pengolahan (processing) sehingga produk akhir yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk impor. Dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa dan laju pertumbuhan 1,49 persen, Indonesia jangan hanya menjadi pasar bagi produk impor.

MEA harus dapat merubah paradigma pemerintah dan masyarakat di Indonesia. Sangat menyedihkan ketika masyarakat Indonesia lebih mengidolakan produk pertanian impor dibandingkan produk pertanian lokal. Jika sikap seperti ini terus terjadi, maka produk lokal akan selalu ‘kalah’. Peningkatan kualitas produk peternakan harus diikuti pula dengan sikap nasionalisme rakyat Indonesia yang dapat diwujudkan dengan mencintai produk dalam negeri. Semangat cinta produk Indonesia harus terus didorong, sehingga Indonesia menjadi tuan rumah di negerinya sendiri

Tantangan MEA di bidang peternakan dapat dijawab dengan mengurangi ketergantung kepada luar negeri agar tidak terjadi gejolak harga di pasar dalam negeri. Potensi bahan baku lokal harus dapat dioptimalkan. Indonesia harus bersiap apabila ingin menjadi pemain utama dan menikmati manfaat. Kunci utama untuk mencapai hal itu adalah daya saing.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, dalam paparannya di Sarasehan Institut Pertanian Bogor, Jakarta Convention Center pada 20 Juni 2014 menyebutkan, kesuksesan bidang peternakan menghadapi MEA tidak terlepas dari dukungan sistem logistik peternakan yang baik. Berbagai persoalan dalam logistik peternakan di Indonesia antara lain disebabkan oleh belum adanya perencanaan dan pengembangan sistem logistik peternakan secara khusus, masih panjangnya rantai distribusi ternak dan produk ternak, Selain itu, transportasi ternak lokal antar daerah dan antar pulau masih dikelola secara tradisional.

Pengembangan peternakan dalam menghadapi MEA harus dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai pihak yang menjadi stakeholder dalam bidang peternakan. MEA seharusnya tidak dijadikan hambatan dalam pengembangan peternakan, namun harus dijadikan pemacu yang dapat membangun sistem peternakan yang tangguh, maju dan berkesinambungan.     

*M. Ikhsan Shiddieqy, S.Pt

Calon peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak), Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian RI/Ditjen PPHP
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar