Skip to main content

Perkembangan Pemuliaan Genetik Ikan Nila

Perkembangan Pemuliaan Genetik Nila



 Ikan nila merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan oleh pembudidaya di Indonesia. Ikan ini dikenal dengan nama ilmiah Oreochromis niloticus atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan sebutan nile tilapia di introduksi dari Afrika sejak tahun 1969.

Seiring dengan meningkatnya konsumsi ikan nila, pengembangan budidaya ikan juga terus berkembang. Imbasnya kebutuhan akan bibit nila unggul pun muncul. Nila Gift mendapatkan tempat di masyarakat karena selain memiliki daging enak, pembudidayaan ikan jenis ini pun terbilang mudah dengan pertumbuhan yang lebih baik dari ikan nila yang ada. Pasalnya ikan nila Gift memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan.

Tak sampai di situ, para peneliti dan ahli genetika ikan terus melakukan pengembangan perbaikan mutu genetik untuk dapat menghasilkan strain baru dengan cara melakukan beberapa persilangan. Hasilnya adalah munculnya beberapa jenis ikan baru yang memiliki keunggulan genetik tertentu. Beberapa instansi yang melakukan perbaikan ini antara lain balai-balai perikanan di daerah baik yang di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun pemerintah daerah. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan Perikanan (Balitbang KP), BPPT (Balai Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi) sampai lembaga pendidikan.

Perbaikan Mutu Genetik

Perbaikan mutu genetik merupakan usaha untuk melahirkan jenis strain baru melalui beberapa teknik diantaranya seleksi hybridasi, manipulasi kromosom, atau gen transfer. Pada tahun 2001, BPPT memulaui program perbaikan mutu genetik ikan nila bekerja sama dengan Balai Besar Ikan Air Tawar (BBAT) Sukabumi dan Institut Pertania Bogor untuk menghasilkan strain ikan nila gesit.

Strain ikan nila gesit merupakan jenis ikan nila yang telah dimanipulasi kromosomnya. Ikan nila ini memiliki jenis kromosom YY yang jika dikawinkan dengan ikan nilai betina akan menghasilkan 95-100% monosex ikan nila jantan. Strain ikan ini dibuat sebagai upaya untuk mengendalikan perkembangbiakan ikan nila kolam yang sangat cepat karena mudah sekali memijah. Padahal kondisi tersebut dapat menurunkan produktivitas ikan nila itu sendiri.

Selain itu, ikan nila gesit (ikan nila jantan) memiliki pertumbuhan 1,2-1,5 kali lebih cepat dibandingkan ikan nila betina. Ha ini dikarenakan ikan nila betina lebih banyak menghabiskan energinya untuk pematangan gonad di awal pertumbuhannya.

Selain nila gesit, masih banyak banyak strain nila lain yang dihasilkan dalam perbaikan genetik. Pada 2013 BPPT meluncurkan strain baru yakni nila salin yang merupakan singkatan dari Saline Indonesia Tilapia. Ikan ini merupakan jenis ikan yang dapat dipelihara di air asin seperti tambak bahkan marine dengan toleransi salinitas hingga 20-30 ppt.


Sejauh ini, indukan ikan salin baru bisa dibudidayakan ditambak dengan toleransi salinitas hingga 10 ppt, karena di atas salinitas di atas indukan ikan nila salin tidak dapat memijah. Nila ini dikembangkan untuk mensubstitusi bandeng yang terkadang benihnya tidak tersedia sepanjang tahun. Diharapkan nila salin dapat dikebangkan petambak sepanjang tahun polikultur dengan udang maupun rumput laut.

Balitbang KP juga mengeluarkan jenis strain nila yang mampu bertahan hidup di air asin, yaitu yang bernama nila Srikandi. Meskipun sama-sama bisa hidup di air asin, nila salin dan srikandi berasal dari persilangan jenis strain yang berbeda sehingga penampakan fisiknya tidak sama. Nila sanin warnanya cenderung merah, sedangkan srikandi warna tubuhnya hitam.

Beragam strain yang ada saat ini merupakan bagian dari perbaikan genetik untuk memperoleh nila dengan kualitas yang lebih baik dari sisi pertumbuhan maupun ketahanan terhadap penyakit. Masing-masing memiliki keunggulan sesuai dengan peruntukannya.

Salah satu parameter untuk mengukur kualitas dari strain ikan tersebut yakni dillihat keragamannya. Jika suatu jenis ikan memiliki tingkat keragaman genetik semakin tinggi maka kualitas atau fitnes (kebugaranya) akan semakin baik. Dapat dikatakan ikan tersebut memiliki banyak gen yang mampu beradaptasi dengan lingkungan lebih luas atau eurotropic.

Tahapan Rilis Strain

Untuk menjaga kualitas induk yang beredar di masyarakat, termasuk ikan nila, sebelum dirilis ke masyarakat sebelumnya telah mengalami beberapa kali pengujian oleh tim rilis yang sudah ada sejak 2002 yang terdiri dari para ahli di bidang perikanan. Bahkan 3 tahun belakangan ini ada tahapan pengujian pra rilis.

Pengujian dilakukan untuk mengetahui asal muasal strain yang dibuat, metode yang digunakan, kemudian ketahanan terhadap penyakit, ataupun tingkat pertumbuhannya. Sebelumnya para ahli genetika yang ingin melahirkan strain baru diharuskan telah melewati tahap uji resiprokal yakni dilihat bagaimana strain baru tersebut pertumbuhanya untuk mencapai bobot indukan atau sekitar 600 gram. Nila yang pertumbuhanya paling baik kemudian diambil sebagai indukan yang kemudian dirilis menjadi strain baru dengan keunggulan tertentu sesuai dengan kebutuhannya.

Dimulai pada tahun 2002 pertama kali muncul strain baru nila dari hasil perbaikan genetik ikan nila Gift yakni jenis strain ikan nila nirwana 1, setelah itu diikuti jenis strain lainya seperti nila Jatim bulan, nila best, nila larasati, nila sultana, nila anjani, nila gesit, nila salin dan nila srikandi.

Hal yang perlu diingat setiap indukan strain baru yang dibuat harus didiseminasi secara baik oleh unit pelaksana teknis yang berada di daerah dan sebelumnya ada sosialisasi terhadap strain tersebut. Tujuannya agar pembudidaya ikan baik pemerintah maupun pembudidaya pembesaran dapat menikmati hasil dari penelitian berbagai lembaga secara mempuni di lapangan sehingga produktivitas budidaya dapat meningkat kedepannya.

Sumber: Dr. Ratu Siti Aliah, M.Sc. Ahli Genetika BPPT dalam Majalah Trobos Edisi 27 Tahun III, 15 Agustus – September 2014.   



Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar